Wednesday, August 8, 2012
Gadis Pembaca Quran
Seorang ayah, sebut namanya Abu Salman berduka. Bagaimana tidak? Ia kehilangan salah seorang putri yang dicintainya, Aisya.
Abu Salman telah berusia baya. Kecintaannya pada Aisya sungguh besar. Aisya memang gadis manis yang cerdas, penurut, sholihah. Kesibukannya sehari-hari selain belajar, bekerja adalah juga merawat Abu Salman yang mulai kehilangan ketangkasannya mengerjakan segala sesuatu. Konon kabarnya Aisya sakit sebentar, lalu ia meninggal tak lama kemudian.
Pedih hati Abu Salman tak terkira. Terbayang bagaimana si kecil Aisya menggelayut, bermain-main, bermanja dan sedikit nakal. Beranjak remaja hingga dewasa ia semakin cerdas dan mampu menjaga diri, pun menunjukkan tanda sebagai anak berbakti yang sholihah. Sungguh, meski saudara-saudara Aisya masih hidup, Aisya tetaplah bintang berkelip di hati Abu Salman.
Abu Salman menangis berurai airmata. Wajah, senyum, tawa Aisya terpatri. Ia tak mampu melukiskan kepedihan seorang lelaki tua yang berharap bersandar pada gadis baik macam Aisya yang kelak akan merawatnya hingga ajal menjemput. Nyatanya, ajal lebih dulu memilih Aisya.
Malam hari, Abu Salman sering menangis. Menangis, menangis, menangis. Ia ingin bersahabat dengan takdir, tetapi hatinya sangat amat bersedih.
Hingga rasanya, lelaki itu kehilangan akal sehatnya. Aku sudah tak waras, pikirnya suatu ketika, sebab dari kamar mendiang Aisya lamat lelaki tua itu mendengar sedu sedan tangisan.
Tangisan itu berulang setiap malam.
Abu Salman mulai beranggapan, kematian Aisya menumbuhkan kegilaan dalam dirinya. Ia akhirnya berkunjung pada ulama setempat dan berkeluh kesah, betapa gundah gulana hatinya semenjak kematian putri tercinta. Sabar, itu nasehat sang ulama. 5 huruf yang mengandung makna dalam. Abu Salman pun mulai menceritakan keanehan di rumahnya, terutama suara tangis yang muncul dari kamar almarhumah Aisya. Tangis sedu sedan perlahan yang terdengar terutama ketika malam.
Sang alim ulama menyimak baik-baik kisah Abu Salman.
"Aku khawatir aku gila, ataukah itu isyarat dari putriku bahwa ia bersedih sebab aku tidak mengikhlaskan kepergiannya?"
Sang ulama termenung beberapa saat
"Wahai Abu Salman, apakah putrimu giat beribadah?"
"InsyaAllah demikian."
"Ia rajin sholat malam?"
"InsyaAllah ya..."
"Apakah ia suka membaca Quran usai sholat malam?"
"Ya. Aku sering memergokinya demikian."
Semakin berdukalah Abu Salman mengingat betapa Aisya adalah buah hatinya yang demikian sholihah, menghiasi malam-malam rumah mereka dengan munajat kepada Allah SWT. Namun sang ulama mengucapkan kalimat yang di luar dugaan.
"Tahukah kau wahai Abu Salman bahwa tangis itu bukan tangis pertanda kau gila atau Aisya memberikan isyarat. Itulah makhluk ghaib yang menangisi kepergian putrimu. Mereka kehilangan bacaan Quran yang biasa disenandungkan tiap malam. Bukan hanya kau yang kehilangan Aisya, tapi kalangan jin dan malaikat pun menangisi kematian putrimu yang sholihah, yang menghiasi malamnya dengan bacaan Quran yang indah."
*aku menangis saat mendengar kisah ini, hampir selalu menangis tiap kali mengingatnya dan menangis pula ketika menuliskannya. Quran, menjadikan manusia dicintai bukan hanya oleh makhluk syahadah tapi juga makhluk ghaib
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment