Ada yang menggelitik pikiran saya pada beberapa bulan terakhir ini mendengar, membaca isu-isu (ngga) penting yang bermunculan di media hingga obrolan santai di rumah dan di kantor. Sebut saja dari kasus Bupati Garut Aceng Fikri, kasus video (maaf) mesum Ariel, kasus seorang model yang terjerat narkoba, artis yang tersandung pencabulan, artis cantik yang terlibat penganiayaan yang akhirnya bebas.
Jelas dari dulu masyarakat digiring dan disibukkan mengamati hal-hal yang ngga penting. Tapi anehnya, orang-orang yang sering diberitakan itu setelah kasus-kasus yang memalukan itu mencuat menjadi topik hangat di negeri ini yang berdasarkan etika masyarakat dulu.. (cateeet... duluu kawan) dikategorikan bejat, sekarang malah orang-orang itu semakin terkenal semakin dicintai.
Lihat saja Ariel yang sekarang mengusung nama NOAH untuk band barunya, dengan segera lagu-lagunya menjamur populer dimana-mana, di mall, diplaylist2 winamp rekan kerja, di bibir mungil anak-anak TK yang melintas di kompleks rumah, di warung-warung kopi,juga senandung pekerja proyek box culvert di sepanjang jalan Prapen, Surabaya (lihat google map ya).
Ya gitu deh, saya sampai heran ada apa dengan masyarakat, mereka sepertinya lupa dengan aksi tidak terpuji sang idola seakan-akan memaafkan dan menganggap hanya bagian masa lalu dari sang idola atau mungkin karisma seorang Ariel yang membutakan semuanya sehingga dia hingga saat ini masih terus di elu-elukan oleh hampir sebagian besar remaja negeri ini.
Demikian pula dengan seorang model yang tersandung kasus narkoba, sekarang malah menjadi orang yang terkenal dan ‘dicintai’. Dan masih banyak lagi aktor-aktor “panutan” buatan media yang terus menemani ruang keluarga kita dan tanpa disadari ada semacam doktrin panutan yang sedikit banyak menguasai pola pikir kita. Dan itu akan dianggap suatu kebenaran nantinya.
Ya... Budaya Salah Figur...
Sungguh suatu musibah bahwa kebenaran yang dulu sekarang menjadi suatu keanehan dan kekuperan, dan sebaliknya kerusakan, kebejatan yang dulu sekarang malah menjadi sesuatu yang lazim.
Menengok kasus Aa Gym yang beberapa waktu lalu memutuskan berpoligami dengan cara yang benar dan sah menurut Islam, tapi mengapa hampir seluruh penduduk negeri ini tiba-tiba menghujatnya, meninggalkannya, mencaci makinya yang saya rasa hingga detik ini banyak yang masih saja tidak suka dengan Aa Gym.
Tambah lagi sedikitnya pembekalan ruhiyah dari dalam keluarga, entah karena tidak peduli atau tidak tahu atau karena memang begitulah yang terbentuk di masyarakat.
Pembekalan pendidikan ruhiyah dari dalam keluarga adalah sumber peradaban. Rumah-rumah kita dengan bebasnya dimasuki informasi tanpa filter entah filternya rusak atau memang filternya pun telah tercemar oleh modernisasi yang kebablasan.
Lebih anehnya lagi, dai-dai muda yang banyak bermunculan sekarang pun sering menimbulkan pro kontra. Da’i tanpa ruh. Tidak seperti ulama-ulama zaman dulu yang benar-benar berjuang untuk dakwah dan ummat.
Ah..sepertinya butuh kerja keras dan tekad untuk menjaga dan mendidik anak-anak kita. Kita, umat yang tanpa pegangan, umat yang terus menerus digerus oleh zaman, umat yang sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh para ulama.
Waspadalah kawan, tipu daya itu semakin nyata...
No comments:
Post a Comment